Dugaan Pengadaan Ternak Fiktif Rp21 M di Melawi Ditangani Polda Kalbar
kalbarnews.web.id Dugaan korupsi pengadaan bibit ternak di Kabupaten Melawi senilai lebih dari Rp21 miliar kini berada dalam penanganan Ditreskrimsus Polda Kalbar. Sebelumnya, kasus ini sempat disentuh Kejaksaan Tinggi, namun proses tersebut dihentikan setelah diketahui bahwa pengaduan telah lebih dulu diperiksa oleh pihak kepolisian. Keputusan itu diambil demi menghindari tumpang tindih antar-institusi penegak hukum.
Informasi dari Kejati menjelaskan bahwa penyelidikan internal mereka langsung dihentikan setelah memastikan bahwa Polda sudah mengeluarkan surat perintah penyelidikan. Dengan dasar tersebut, seluruh dokumen, klarifikasi awal, serta data pendukung diserahkan sepenuhnya kepada tim penyidik Polda Kalbar. Perpindahan wewenang ini dianggap tepat mengingat penyidik kepolisian telah lebih dahulu menggali keterangan sejumlah pihak terkait.
Anggaran Pengadaan Bernilai Rp21,7 Miliar
Program pengadaan bibit ternak tahun anggaran yang dimaksud menghabiskan dana APBD hingga Rp21,71 miliar. Anggaran besar itu terbagi dalam beberapa paket, mulai dari pengadaan sapi, calon induk sapi, bibit babi, hingga bibit ayam berikut pakannya. Ada juga pengadaan bibit kambing, meskipun nilainya tidak sebesar paket lainnya.
Masing-masing paket memiliki nilai yang signifikan. Setiap pembelanjaan seharusnya memberikan dampak langsung bagi kelompok tani di Kabupaten Melawi. Dengan anggaran sebesar ini, program pengembangan peternakan semestinya memberi hasil nyata dalam jangka panjang. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan dugaan sebaliknya, berdasarkan temuan awal penyidik dan laporan audit BPK.
Modus Pecah Kontrak dan Indikasi Penyedia Terkoneksi
Salah satu kejanggalan terbesar dalam kasus ini adalah pemecahan kontrak menjadi sebanyak 185 paket kecil. Pemecahan dilakukan sedemikian rupa sehingga seluruhnya dapat menggunakan metode Pengadaan Langsung. Dengan cara ini, proses tender terbuka tidak diperlukan, sehingga persaingan antar-penyedia menjadi tidak transparan.
Selain itu, terdapat temuan mencurigakan pada dokumen LPSE. Penawaran dari 32 penyedia terekam berasal dari 21 alamat IP, dan ada satu IP yang digunakan berkali-kali dalam waktu hampir bersamaan. Temuan ini menimbulkan dugaan bahwa beberapa penyedia sebenarnya berada dalam satu kendali kelompok tertentu. Pola seperti ini sering muncul dalam kasus pengadaan yang tidak sehat, ketika proses lelang hanya formalitas dan pemenang telah diatur sebelumnya.
Keterlibatan panitia pengadaan juga diduga ada, mengingat mekanisme pemecahan kontrak dan pola IP address tersebut tidak mungkin terjadi tanpa pengetahuan pihak internal.
Kelompok Tani Penerima Bantuan Diduga Fiktif
Selain dugaan manipulasi di tahap pengadaan, penyidik menemukan kejanggalan serius pada pihak penerima manfaat. Nama kelompok tani yang tertera dalam dokumen rupanya tidak tercantum dalam sistem informasi penyuluh pertanian. Tidak ada SK pejabat yang mengesahkan keberadaan kelompok tersebut.
Ketiadaan dokumen formal seperti SK penerima hibah, perjanjian hibah, maupun berita acara serah terima (BAST) semakin memperkuat dugaan bahwa kelompok tani hanya dijadikan formalitas untuk mencairkan anggaran. Program bantuan akhirnya tidak pernah sampai kepada masyarakat sebagaimana mestinya.
Dugaan Pengadaan Fiktif Dikuatkan oleh LHP BPK
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Perwakilan Kalbar memberikan landasan kuat bagi penegak hukum untuk mendalami kasus ini. Audit tersebut mengungkapkan berbagai ketidaksesuaian yang menyangkut administrasi, bukti transaksi, hingga ketiadaan dokumentasi sah yang menunjukkan penyerahan bibit ternak kepada penerima bantuan.
Temuan itu menunjukkan bahwa dugaan kerugian daerah bukan sekadar asumsi, melainkan memiliki dasar audit resmi. Polda Kalbar kini menjadikan LHP sebagai pedoman untuk mengurai seluruh rangkaian dugaan pelanggaran.
Publik Mendesak Proses Hukum Dipercepat
Perhatian publik terhadap kasus ini semakin tinggi. LSM RMK melalui ketuanya, Parulian Siagian, meminta kepolisian bersikap tegas dan memberikan kejelasan mengenai perkembangan penyelidikan. Ia menegaskan bahwa anggaran sebesar ini harus dipertanggungjawabkan secara terbuka, mengingat program pengadaan ternak berhubungan langsung dengan kesejahteraan masyarakat petani.
Menurutnya, program seperti ini bukan sekadar kegiatan rutin, melainkan bagian dari pembangunan ekonomi daerah. Karena itu, apabila terjadi penyalahgunaan atau pengadaan fiktif, maka dampaknya sangat luas bagi masyarakat.
Menanti Tindak Lanjut Polda Kalbar
Tahap penyelidikan saat ini masih berjalan. Publik berharap Polda Kalbar memproses kasus ini hingga tuntas, termasuk menetapkan tersangka jika bukti telah mencukupi. Penanganan yang profesional dan terbuka akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
Dengan dugaan pemecahan kontrak, penyedia terkoneksi, dan kelompok tani fiktif, kasus ini menggambarkan bagaimana celah anggaran besar dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Oleh karena itu, tindak lanjut yang tegas sangat diperlukan untuk memastikan anggaran publik tidak kembali diselewengkan.

Cek Juga Artikel Dari Platform dailyinfo.blog
