Ratusan Perantau Kalbar di Jakarta Satukan Langkah untuk Melestarikan Budaya Daerah
kalbarnews.web.id Ratusan warga Kalimantan Barat yang menetap di Jakarta dan wilayah sekitarnya berkumpul dalam kegiatan Bejepin Yok!, sebuah acara budaya yang digelar di Anjungan Kalimantan Barat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Acara ini menjadi sarana silaturahmi yang hangat bagi masyarakat perantau sekaligus momentum untuk memperkuat identitas budaya leluhur yang tetap dijaga meski jauh dari kampung halaman.
Kegiatan ini mencerminkan bahwa nilai budaya bukan hanya milik tempat asal, melainkan hidup melalui praktik masyarakatnya, di mana pun mereka berada. Perantau Kalbar tidak hanya hadir untuk menari atau berjumpa, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa ikatan emosional terhadap daerah asal tak terputus oleh jarak.
Kehadiran Tokoh Daerah dan Nasional
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan, Ketua TP PKK Kalbar Erlina Ria Norsan, Menteri Koperasi dan UKM Maman Abdurrahman, serta tokoh nasional asal Kalbar Oesman Sapta Odang. Mereka hadir untuk memberikan dukungan moral dan apresiasi kepada masyarakat Kalbar di perantauan atas upaya melestarikan nilai budaya daerah.
Menurut Gubernur Norsan, kegiatan seperti ini lebih dari sekadar pertemuan budaya. Ia menyebutnya sebagai wujud nyata rasa memiliki dan cinta kepada daerah asal.
“Kegiatan ini menjadi ajang untuk mempererat persaudaraan sekaligus mengenalkan budaya Kalimantan Barat kepada masyarakat luas,” ujarnya dalam sambutan.
Busana, Musik, dan Tari dalam Nuansa Keharmonisan Multikultural
Acara berlangsung dalam suasana akrab dan penuh kekeluargaan. Para peserta mengenakan Telok Belanga, Baju Kurung, serta busana adat khas etnis Dayak dan Tionghoa. Pemandangan tersebut menunjukkan keberagaman yang selama ini menjadi karakter utama masyarakat Kalbar.
Selain itu, berbagai tarian tradisional turut ditampilkan. Tari Jepin yang menjadi ikon budaya Melayu menghentak ritme kebersamaan. Dari sisi lain panggung, tarian etnis Dayak hadir dalam gerak yang penuh makna spiritual. Sementara itu, unsur budaya Tionghoa menambah kekayaan visual acara, menggambarkan tiga pilar kebudayaan yang telah lama hidup berdampingan dalam harmoni di Kalimantan Barat.
Perpaduan tersebut bukan hanya bentuk hiburan, tetapi pernyataan bahwa keragaman adalah kekuatan, bukan perbedaan yang memisahkan.
Pelestarian Budaya sebagai Pengikat Identitas
Gubernur Norsan menegaskan bahwa menjaga budaya berarti menjaga jati diri. Ia mengingatkan bahwa keberhasilan dalam perantauan tidak seharusnya membuat seseorang melupakan akar budaya yang membentuk karakter mereka sejak kecil.
“Walaupun kita telah sukses di tanah rantau, jangan pernah melupakan kampung halaman. Budaya adalah identitas. Rumah kita adalah Kalimantan Barat,” tuturnya.
Ajakan tersebut disambut hangat oleh masyarakat yang hadir. Banyak peserta yang datang bersama keluarga, termasuk anak-anak. Ini menjadi momen penting untuk mentransfer nilai budaya antar generasi, agar warisan budaya tidak berhenti hanya pada generasi yang lebih tua.
Apresiasi dari Menteri Koperasi dan UKM
Menteri Koperasi dan UKM, Maman Abdurrahman, turut menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan acara tersebut. Ia bangga melihat masyarakat Kalbar tetap solid, rukun, dan memiliki rasa saling dukung yang kuat di perantauan.
Maman menyebut bahwa semangat kebersamaan tersebut harus menjadi energi dalam membangun daerah. Ketika masyarakat di perantauan terhubung kuat dan memiliki jaringan yang aktif, kontribusi mereka terhadap daerah asal akan semakin besar.
“Hal-hal besar selalu berawal dari langkah kecil. Jika semangat ini dijaga, Kalimantan Barat akan terus berkembang dan dikenal luas, tidak hanya di bidang budaya, tetapi juga pendidikan, usaha, olahraga, dan profesi lainnya,” ujarnya.
Seprahan: Simbol Kesetaraan Tanpa Sekat
Acara ditutup dengan tradisi makan seprahan, budaya kuliner khas Kalimantan Barat yang mengedepankan prinsip kebersamaan dan kesetaraan. Semua peserta duduk sejajar tanpa membedakan usia, status sosial, atau latar belakang pekerjaan.
Seprahan mengajarkan bahwa hidup bermasyarakat memerlukan kerendahan hati dan rasa saling merangkul. Di tanah rantau, tradisi ini terasa semakin bermakna karena menjadi pengingat bahwa nilai persaudaraan harus dijaga meski berada jauh dari tanah kelahiran.
Penutup: Budaya Tetap Hidup, Di Mana Pun Berada
Melalui Bejepin Yok!, perantau Kalimantan Barat menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak terbatas ruang. Identitas bukan hanya tinggal dalam wilayah geografis tertentu, melainkan hidup dalam hati dan tindakan masyarakatnya.
Ke mana pun mereka pergi, selama tarian Jepin masih ditarikan, seprahan masih dilakukan, dan bahasa serta kebiasaan dijaga, maka budaya Kalbar tetap bernapas dan tumbuh.

Cek Juga Artikel Dari Platform infowarkop.web.id
